aku bukanlah perangkai kata2 dan bukan juga pujangga
tapi aku adalah aku , apa adanya , dengan segala keterbatasan yang ada

Kamis, 15 November 2012

Surat Pendek untuk Papa

Tulisan ini saya persembahkan kepada papa terbaik sejagat raya, papa saya tercinta
“Kadir Solihin”

Masih teringat seluruh kenangan ketika aku masih kecil dulu, akulah orang pertama yang ditanyakan olehmu sepulang kerja. Tangan dan punggungmu yang menggendongku ketika aku kelelahan berjalan dan disaat pagi hari ketika kau merayuku untuk mandi. Kau juga yang mengeluarkan air dari telingaku ketika aku tak sengaja memasukannya saat mandi dan kemudian menangis ketakutan. Tak jarang kau mengajakku untuk menemanimu bekerja, yang nyatanya aku hanya berlarian kesana-kemari.

Disaat aku kesusahan dengan PR-ku, aku menunggumu pulang kerja untuk membantuku menyelesaikan tugasku. Aku terus belajar dan belajar, demi melihat senyum bangga darimu saat kau mengambil rapor dari guruku. Sebuah tamagochi kuning kau berikan kepadaku sebagai hadiah prestasiku.

Menjelang remaja, aku banyak menyusahkanmu. Setiap malam kau harus memastikanku ada di tempat les, bukannya pergi bersama temanku. Di saat hujan pun kau rela bangun pagi hanya untuk mengantarkanku ke sekolah agar tidak kehujanan. Bahkan ketika aku menangis di luar rumah karena masalah percintaan remaja, kau yang pertama keluar untuk melihatku karena khawatir dengan gadis kecilmu yang meneteskan air matanya.

Sedih rasanya melihat kerutan di keningmu yang makin bertambah akibat kenakalanku. Engkau yang kelelahan mencari uang untuk keluargamu, untuk mama, aku dan adik-adik semua, hingga kulitmu terbakar matahari. Tak jarang disaatku masih terlelap kau sudah berangkat bekerja dan pulang ketika matahari sudah terbenam.

Pa, kini gadis kecilmu sudah beranjak dewasa. Sudilah kau memberikanku kepada lelaki pilihanku yang dulu pernah membuatku menangis saat itu. Aku tau, berat bagimu melepas gadis kecilmu yang dulu tersenyum dengan gigi depannya yang tanggal 2.

Masih kuingat saat kau mengajakku memancing. Kau berikan aku pancing, dan kau pasangkan kail serta umpannya. Masih juga kuingat ketika kau menasehatiku tentang membawa kendaraan yang baik agar aku tidak celaka. Dan masih juga kuingat semua ilmu kehidupan darimu yang sampai kini bisa kunikmati.

Pa, janganlah kau menangis saat berjabat tangan dengan pasanganku di depan penghulu. Karena duniaku tergoncang mendengar sedihmu, dan air mataku juga ikut berurai bersamaan dengan air mata yang mengembang di pelupuk matamu . Aku tau, bahwa ada tangis yang lebih hebat di dalam diammu.

Percayalah, Pa, tidak ada satupun pria di dunia ini seperti dirimu. Orang yang mencintaiku tanpa batas dan balas seperti cinta dan kasih sayangmu. Orang yang menjadi panutanku dan inspirasiku.

peluk cium dari gadis kecilmu